Menyorot Penyelenggaraan Transportasi Mudik Lebaran

Tulus Abadi

Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen, Ketua Pengurus Harian YLKI periode 2015-2025

Prosesi Mudik Lebaran 2024 baru saja usai, kemeriahan berangkat ke kampung asal bagaikan ombak. mengalir dari seluruh negeri, menggunakan moda transportasi yang berbeda.

Menurut perkiraan pemerintah, lebih dari 70 persen penduduk atau sekitar 193 juta orang akan melakukan mudik lebaran ke kampung halaman. Memfasilitasi prosesi tahunan ini tidaklah mudah. Segala upaya dilakukan agar ritual mudik Idul Fitri berjalan lancar, aman, tenteram, dan nyaman. Oleh karena itu, upaya semua pihak patut diapresiasi tinggi.

Namun banyak hal yang patut kita soroti (bahkan evaluasi) agar ritual mudik lebaran 2025 lebih manusiawi dan bermartabat. Berikut highlight mudik lebaran 2024.

Estimasi arus ke rumah

Antara ekspektasi dan kenyataan berapa jumlah penumpang yang akan datang, masih belum terlalu jelas. Ketika Kemenhub memperkirakan jumlah penumpang domestik mencapai 193,46 juta, apakah hal tersebut terealisasi? Dan apa saja parameter pergerakan arus pulang ke rumah? Misalnya, jumlah mudik di Jabodetabek disebutkan mencapai 28,4 juta jiwa, sedangkan jumlah penduduk di Jabodetabek mencapai 32,24 juta jiwa, artinya hanya 15 persen yang tidak mudik. Apakah formulasinya sama? Antara ekspektasi dan kenyataan pemudik, penting untuk menentukan kebijakan mudik. Kementerian Perhubungan harus memberikan data yang akurat, bukan sekadar perkiraan dan prakiraan.

Masuk gratis

Kehadiran mudik gratis sangatlah penting. Oleh karena itu, akses, kapasitas dan kualitas perlu ditingkatkan terutama pada bus umum (bus AKAP), penyeberangan dan perahu. Akses pulang kampung yang bebas ini tidak hanya penting untuk mengakomodir masyarakat yang kesulitan mendapatkan tiket angkutan umum. Mudik gratis juga penting untuk mengurangi penggunaan sepeda motor untuk mudik, yang menurut Kementerian Perhubungan mencapai 876 ribu sepeda motor sebagai jalan pulang pada tahun ini (meningkat 15 persen). Namun sepeda motor bukanlah alat transportasi yang aman untuk berpergian, apalagi membawa penumpang dan barang bawaan berkapasitas besar.

Tarif tinggi

Semua angkutan umum antar kota mempunyai tarif yang sangat tinggi, termasuk tarif kereta api. Hal ini perlu dievaluasi karena biaya yang tinggi dapat menyebabkan masyarakat kehilangan keterjangkauannya. Alasan tarif tersebut tidak melanggar aturan Batas Atas Tarif (TBA) kurang relevan karena tarif kereta api masih bersifat monopoli. Karena operator kereta api hanya PT KAI, tidak ada yang lain. Demikian pula halnya dengan tarif bus dan penerbangan AKAP, sebaiknya evaluasi operator agar tidak menerapkan tarif yang terlalu tinggi.

Antrian panjang di pelabuhan Merak

Pemerintah harus serius mempertimbangkan antrian panjang di Pelabuhan Merak dan Bakauheni yang mencapai 8-10 jam. Bahkan sampai 12 jam untuk angkutan logistik. Hal ini terjadi berulang kali setiap tahunnya. Pemerintah dan PT ASDP Indonesia harus bisa mengantisipasi hal tersebut dengan memperbanyak armada penyeberangan dan/atau menambah dermaga. Antrian juga disebabkan oleh perilaku masyarakat, misalnya saat membeli tiket yang harus diantisipasi terlebih dahulu. Sebab sejatinya sifat dan perilaku penumpang kapal feri tidak boleh sama dengan penumpang pesawat udara.

Dalam kondisi Mudik Lebaran, rasanya mustahil PT ASDP Indonesia Ferry sendirian menyelesaikan permasalahan di Pelabuhan Merak Bakauheni. Dalam konteks ini, pemerintah belum membuat alternatif moda angkutan feri dan laut untuk transportasi mudik. Pemerintah hanya fokus pada transportasi darat.

Badan Diskresi Lalu Lintas

Dalam hal rekayasa lalu lintas (manajemen lalu lintas), sudah menjadi kewenangan Mabes Korlantas Polri agar Korlantas mengapresiasi upaya pengelolaan rekayasa lalu lintas baik dengan lalu lintas counterflow, lalu lintas satu arah maupun lalu lintas ganjil. Namun perlu ditonjolkan (evaluasi) penerapan arus balik, khususnya terkait kejadian di jalan raya KM 58 yang menyebabkan meninggalnya seluruh penumpang Gran Max (12 orang).

Meski kejadian ini sebagian besar dipicu oleh pelanggaran yang dilakukan pengemudi Gran Max, namun dari segi keselamatan, model hadap belakang sebenarnya berisiko tinggi, terutama di jalan tol. Sebab, dari sisi jalan hanya terdapat traffic cone yang dibatasi arah berlawanan, sehingga dapat tergeser, terjatuh, dan dilanggar oleh pengguna jalan. Jika pembatas jalan tidak bersifat permanen, maka akan memberikan perlindungan yang lebih besar kepada pengguna jalan di persimpangan. Namun sebenarnya melakukannya sulit. Dilihat dari sudut pandang pengguna jalan tol yang sebenarnya adalah jalan tol, arus balik merupakan salah satu bentuk pelanggaran SPM (Standar Pelayanan Minimal) jalan tol. Kebijaksanaan Corlantas searah dan ganjil genap, aman jika tidak ada aliran balik.

Jalan bebas tol

Optimalisasi kinerja jalan bebas tol khususnya akses Pantai Utara (Pantura) dan Pantai Selatan (Pansela) Pulau Jawa. Pasalnya, meski dikonsolidasi Tol Trans Jawa sepanjang 1.745 km, namun belum mampu memfasilitasi mudik Lebaran dengan baik dengan lebih dari 1,5 juta kendaraan justru datang dari Jakarta. Di sisi lain, kapasitas jalan Pantura dan Pansela masih relatif rendah. Sehingga perlu ada rekayasa lalu lintas yang lebih radikal, tidak hanya arus balik, satu arah dan/atau ganjil (kaliber).

Sebagian volume lalu lintas di Tol Trans Jawa perlu dialihkan ke Tol Pantura dan Pansela. 56 persen lalu lintas penumpang domestik terkonsentrasi di Pulau Jawa. Oleh karena itu, kualitas fisik jalan Pantura dan Pansela harus “sejajar” dengan kualitas jalan tol. Fenomena ini paling terlihat ketika mudik lebaran hanya terfokus pada jalan tol, sedangkan jalan non tol termasuk rekayasa lalu lintas kurang mendapat perhatian. Tak heran jika kawasan sekitar Ajibarang-Banyumas dan Bumiyau-Brebes mengalami kemacetan parah, hampir tidak ada kontak polisi yang berarti.

Kendalikan penyelundupan

Demi keamanan dan mengacu pada kasus Gran Max di KM 58, Kementerian Perhubungan harus menertibkan penyelundupan secara ketat. Merujuk pada rekomendasi KNKT, terbukti secara meyakinkan bahwa kejadian di KM 58 disebabkan oleh berbagai pelanggaran yang dilakukan pengemudi Gran Max, yakni kelebihan kapasitas, pengemudi lelah seiring berjalannya waktu, dan kurangnya izin. Namun anehnya, PT Jasa Raharja tetap memberikan santunan kepada seluruh korban meninggal dunia meski tidak ada izin. Meskipun hal ini dapat dimengerti dari sudut pandang kemanusiaan, hal ini mendorong maraknya penyelundupan dan, di sisi lain, menghancurkan keberadaan angkutan umum resmi.

Kini kehadiran perjalanan ilegal semakin meningkat. Protes DPP Organa kepada PT Jasa Raharja terkait hal ini wajar karena pihaknya memberikan kompensasi kepada penumpang yang diperdagangkan.

Mudik lebaran telah menjadi ritual yang wajib bagi banyak orang baik secara sosial, budaya, dan ekonomi. Oleh karena itu, negara harus menyediakan pelayanan publik (transportasi) yang andal, aman, terjamin, dan terjangkau. Secara lebih makro, pemerintah perlu segera menerapkan Systranas (Sistem Transportasi Nasional) pada angkutan penumpang dan/atau angkutan logistik. Idealnya, mobilitas nasional seperti mudik Lebaran tidak bergantung pada penggunaan kendaraan pribadi dan masalah keamanan harus diprioritaskan dibandingkan isu sensitif. Tidak seperti sekarang, mobilitas mudik lebaran didominasi oleh penggunaan kendaraan pribadi (terutama sepeda motor) dan yang penting pola pikirnya lunak agar aspek keselamatan dan keamanan diturunkan ke titik terendah. Ironisnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *